Konversi Syiah Pada Kerajaan Safawi Dan Sikap Terhadap Sufisme
KONVERSI SYIAH PADA KERAJAAN SYAFAWI DAN SIKAP TERHADAP SUFISME
MUHAMAD ABDUROHIM
SITI FATHONAH
FAKULTAS HUKUM EKONOMI SYARIAH DAN
HUKUM KELUARGA ISLAM
SEKOLAH TINGGI ILMU FIQH SYEIKH NAWAWI TANARA
EMAIL: Fathonaja4@gmail.com
DAFTAR ISI
|
ABSTRAKSI
|
.............................................................
|
3
|
|
BAB I PENDAHULUAN
|
...………...….………………………………
|
4
|
|
1.1 Latar Belakang
|
……………..…………………………….....
|
4
|
|
BAB II PEMBAHASAN
|
……………...………………………………
|
5
|
|
Cara-cara dalam konversi syiah
|
……………………………………………...
|
8
|
|
BAB III PENUTUP
|
……………………………………….
|
10
|
|
kesimpulan
|
……………………………………….
|
10
|
|
DAPTAR PUSTAKA
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
ABSTRAKSI
Kehadiran
kerajaan Syafawi di tengah-tengah kejayaan Turki Usmani menjadi suatu kendala
walaupun dua kerajaan tersebut sama-sama berasal dari penganut muslim. Semua
itu karena antara dua kerjaan tersebut memiliki dua paham yang sangat bertolak
belakang. Turki Usmani yang menganut paham sunni sedangkan Dinasti Syafawi yang
menganut paham Syiah. Cara para tokoh Dinasti Syafawi dalam menyebarkan ajaran
Syiah pun terkesan sangat memaksa, dilihat dari bagaimana mereka memaksa para
penduduk Persia yang mulanya menganut paham Ahlussunnah wal Jama’ah untuk
mengikuti paham mereka yaitu paham Syiah. Hal itu pula yang menyebabkan mengapa
antara kerajaan Turki Usmani dan Binasti Syafawiyah selalu saja berkontroversi.
Kata kunci: Paham Syiah pada Kerajaan Syafawi
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Saat kerajaan Turki Usmani telah mencapai puncak kejayaannya,
kerajaan Syafawi baru merintis pembangunannya. Namun pada kenyataannya kerajaan
ini berkembang pesat. Nama Syafawi terus dipertahankan dari yang mulanya hanya
sebuah tarekat Safawiyah sampai menjadi suatu gerakan politik dan menjadi
sebuah kerajaan yang disebut kerajaan Syafawi. Dalam perkembangannya kerajaan
syafawi selalu saja berselisih paham dengan kerajaan Turki Usmani.
Kerajaan Syafawi memiliki perbedaan dari kedua kerajaan besar
lainnya,seperti kerajaan Turki Usmani dan kerajaan Mughal. Perbedaan ini dapat
dilihat dari perbedaan madzhab yang mereka anut. Berawal sebuah ajaran dari
tarekat Safawiyah yang didirikan oleh Safi Al-Din salah satu keturunan imam
Syiah keenam yaitu “ Musa al-Kazim”
Kerajaan Syafawi telah menyatakan sebagai penganut ajaran Syiah dan dijadikan
sebagai madzhab negara. Oleh karena itu, kerajaan Syafawi dianggap sebagai
peletak pertamaa terbentuknya negara Iran.
Dalam perkembangannya Bangsa Syafawi ( Tarekat Syafawiyah)
sangat fanatik sekali dengan ajaran-ajarannya. Hal ini ditandai dengan kuatnya
keinginan mereka untuk berkuasa karena dengan berkuasa mereka dapat menjalankan
serta memperluas ajaran agama yang telah mereka yakini.
Dalam paper ini kami akan memaparkan sedikit banyaknya
tentang konversi Dinasti Syafawi terhadap ajaran Syiah dan sikap terhadap
Sunnifisme.
BAB II
PEMBAHASAN
1.
Deklarasi Syiah sebagai agama negara Iran
Istilah sinkretisme Sunni-Syiah yang tersebar di
Iran pada masa Pra Syafawiyah mungkin bukan istilah yang tepat untuk
menggambarkan keseluruhan fenomena yang ada. Walaupun kala itu kepercayaan pada
karamah, adanya wali Allah serta pengagungan terhadap Ali bin Abi Thalib
sebagaimana ajaran Syiah telah ada, tetapi penganut Ahlussunnah wal Jama’ah lebih
banyak.
Pada saat itu tampaknya sebagian kalangan Syiah
lebih memilih tidak menampakkan identitasnya secara terbuka dan menjadika
tasawwuf sebagai ekspresi keagamaannya. Sehingga bagi peneliti keagamaan di
Iran dan sekitarnya merasa kesulitan untuk membedakan antara Sunni dan Syiah
yang berkembang di tengah masyarakat, karena mereka memiliki ciri-ciri yang
mirip.
Perbedaan antara Ahlussunnah dan Sunni di tengah
masyarakat belakangan mengkristal setelah berdirinya kerajaan Syafawi dan
terjadinya konflik antara Dinasti Syafawi yang Syiah dengan Turki Usmani yang
Sunni.
Keadaan ini berubah setelah berdirinya Dinasti Syafawi
pada awal abad ke-16 yang menjadikan Syiah Itsna Asyaruyah sebagai keyakinan
resmi negara dan memaksakannya ditengah masyarakat.
Selama masa pemerintahan Dinasti Syafawi telah
terjadi perubahan besar yang membentuk Persia
menjadi Syiah
2.
Dari Tassawuf ke gerakan politik dan militer
Masa pemerintahan dinasti safawi bermula dengan di
taklukannya kota Tabriz oleh Shah Ismail (w. 1524) dan berakhir dengan jatuhnya
kota sfahan ke tangan afghanistan pada tahun 1722 (newman, 2009:2). Namun,
eksitensi dan sejarah ‘dinasti safawi’ sendiri perlu di rujuk jauh ke belakang
untuk memahami latar belakang kemunculannya di pentas politik iran. Ia berawal
dari tarekat sufi yang di dirikan oleh Syeikh Safiyudin Ishaq (1252-1334)
sekitar tahun 1300, dua abad sebelum keturunannya mendirikan dinasti politik.
Nama tarekat itu sendiri , yaitu tarekat safawiyah, di ambil dari namanya.
Syeikh safiyuddin yang merupakan keturunan kurdi berasal dari kota ardabil yang
terletak di barat laut iran dan berbatasan dengan azerbaijan. Kota ini juga
menjadi pusat dari tarekat safawiyah selama dua abad berikutnya.
Selain peranannya sebagai seorang murshid dan guru
sufi yang di junjung tinggi oleh para pengikutnya, Syeikh Safiyuddin juga
terlibat dalam aktivitas perdagangan dan politik. Tarekatnya berkembang cukup
luas dan para pengikutnya tersebar hingga ke Mesir, Kaukasus dan Teluk Persia.
Selepas Syeikh Safiyuddin, kepemimpinan tarekat Safawiyah diteruskan oleh anak
cucunya, secara berturut-turut : Sadrudin Musa (w. 1391), ( Khwaja ali (w
1460), Haydar ( w. 1488), dabn Ismail (w. 1524) yang mendirikan kerajaan
Syafawi.
Tidak
diketahui secara pasti siapa diantara pemimpin Tarekat Safawiyah yang pertama
kali menganut Syiah. Tetapi para peneliti berpendapat bahwa Syeikh Safiyuddin
sendiri merupakan seorang Sunni bermadzhab Syafii dan tarekat Safawiyah pada
awalnya merupakan sebuah tarekat Sunni. Perubahan signifikan mulai terjadi pada
masa kepemimpinan Junayd dan Haydar yang memiliki ambisi politik dan mulai
mengubah tarekat yang mereka pimpin menjadi gerakan militer da politik dengan
tendensi Syiah yang cukup menonjol.
Obsesi
politik Junayd dan keturunannya memiliki dukungan dari orang-orang Turki
Antolia dan Suriah yang bergabung dengan tarekat Safawiyah. Mereka memiliki
keberanian dan loyalitas yang tinggi, yang kelak menjadi tulang punggung
militer. Pemahaman keagamaan mereka bercampur aduk dengan keyakinan-keyakinan
yang menyimpang, termasuk pemahaman Syiah ekstrim yang memuja pemimpin mereka
seperti tuhan. Dikatakan bahwa pada masa Junayd, para pengikutnya menyebutnya
sebagai “ Tuhan” dan menyebut anaknya sebagai “Anak Tuhan”
bagaimanapun fanatisme yang berlebihan itu ikut berperan dalam membantu para
pemimpin Safawi meraih keberhasilan militer dan politik dalam menaklukan
bekas-bekas wilyah Dinasti Ilkhan dan timur lang yang ketika itu terpecah-
pecah dalam beberapa kerajaan terpisah.
Junayd
memulai gerakan itu dengan menghimpun dan melatih para pengikut Turkinya
sebagai tentara. Haydar mengembangkan lebih jauh dan memberi identitas khas
pada para pendukung gerakan ini dengan mengenakan peci merah yang disebut
sebagai taj-I haydari (peci Haydar). Peci merah ini diberi tanda berupa
dua belas garis yang menandai dua belas Imam Syiah. Orang-orang yang mengenakan
peci ini belakangan dijuluki Qizilbashlar yang bermakna “ kepala merah” dan kesatuan tempat mereka
bernaung menjadi sebuah lembaga dengan nama Qizilbash.
Junayd
dan Haydar tidak berhasil dalam upaya mereka meraih kekuasaan politik. Keduanya
gugur dalam peperangan. Obsesi politik itu berhasil diwujudkan oleh Ismail
yaitu salah satu putera Haydar. Ismail masih berusia belasan tahun kala itu.
Dinasti Safawi terus bertahan selepas Ismail.
Pemimpin Safawi setelahnya pada umumnyamenerapkan kebijakan anti Sunni. Selain
itu, kerajaan itu mengundang para Theolog Syiah itsna Asyari, khususnya dari
dari kawasan Jabal Amil di Libanon, untuk datang ke Iran. Yang menjadikan
wilayah ini semakin menyerap keyakinan dan ajaran Syiah Itsna Asyari.
Konversi
Iran menjadi Syiah dibawah Dinasti Syafawi berlangsung secara gradual tapi
pasti. Pera penguasa safawi terus melakukan penekanan dan pemaksaan terhadap
para ulama dan masyarakat Sunni agar mereka mengubah keyakinan pada Syiah. Pada
awal pemerintahan Safawi, ulama sunni masih memiliki peranan penting, bahkan
mampu mempengaruhi sultan ketiga Dinasti Safawi yang memerintah tahun 1576,
Ismail II, hingga cenderung pada Sunni. Tetapi pemerintahan Ismail II tidak
berlangsung lama, hanya sekitar empat belas bulan. Ia meninggal dunia secara
misterius. Ulama-ulama Sunni yang masih adapun lama-kelamaan berkurang
pengaruhnya. Walaupun pada awalnya ada yang diam-diam tetap berpegang pada
keyakinan Sunninya, tetapi pada akhirnya ulama yang memegang jabatan dikerajaan
Syafawi didominan oleh Syiah. Apa yang berlaku pada masa Dinasti syafawi
berpengaruh pada terbentuknya masyarakat Iran
seperti yang kita dapati hari ini.
Penyebaran
ajaran Syiah dari kerajaan Syafawi terkesan sangat keras dan memaksa. Tentang
sikap ekstrim para pemimpin Dinasti ini, dapat dilihat dari sikap Shah Ismail
(w 1524), pendiri kerajaan Syafawi, misalnya terlihat jelas dalam kumpulan
puisi yang dibuatnya dan dikenal dengan nama “ Katha’I’s Divan”. Puisi
yang ditulis dalam bahasa turki ini telah diterjemahkan dalam bahasa inggris
dan dikaji oleh V.Minorsky, seorang peneliti dari Rusia. Dalam salah satu
bagian puisinya ia menulis: “Nama saya Shah Ismail. Saya adalah misteri Tuhan…
Ibu saya Fatimah, saya memulihkan darah ayah saya dari Yazid.” Pada bagian
lainnya ia bersujudlah kalian, saya adalah keyakinannya sang Shah”. Tentang
Ali, Ismail berkata “ mereka yang tidak mengakui Ali sebagai (kebenaran) tuhan
merupakan orang-orang kafir mutlak.
Ekstrimitas
pandangan keagamaan Ismail bertemu dengan fanatisme para pengikutnya dari
kalangan Qqizilbash yang memujanya seperti tuhan. Sikap Ismail yang tegas untuk
menjadikan syiah sebagai agama yang resmi kerajaannya, yang berujung pada
berbagai upaya untuk mengubah keyakinan masyarakat Iran yang mayoritasnya dapat
dikatakan masih menganut ahlu sunnah menjadi berpaham Syiah. Sikap ini kemudian
diikuti oleh para penguasa selepas ismail.
Cara-cara dalam konversi Syiah
Ada beberapa langkah atau cara yang dilakukan oleh
para penguasa Syafawi untuk mengubah masyarakatnya menjadi penganut Syiah.
Berikut ini merupakan beberapa cara yang cukup menonjol yang digunakan oleh
Dinasti Syafawi:
Pertama , pemaksaan dan penindasan
Cara ini dilakukan terutama pada awal pembentukan
Kerajaan Syafawi oleh Shah Ismail I. Shah ismail tidak segan-segan menggunakan
cara kekerasan dalam menghadapi lawan dan pihak-pihak yang tidak disukainya.
Pada tahun 1505 misalnya, ia memerintahkan agar para pemimpin pemberontak yang
tertangkap, baik yang sudah mati maupun yang masih hidup, dibakar didepan umum,
di kota Isfahandihadapan duta-duta Turki Usmani yang kebetulan sedang berada
disana
Kedua , prmbentukan korps tabarra’iyyin
Pada masa raja Safawi yang kedua yaitu Tahmasp (w.
1576), dibentuk sebuah lembaga yang terdiri dari orang-orang yang tugasnya mengutuk
atau melaknat para khalifah sebelum Ali bin Abi Thalib. Para juru laknat ini
dikenal sebagai tabarra’iyyin. Istilah ini berasal dari kata bahasa arab
tabaarru’ yang bermakna “berlepas diri’ atau mengingkari. Lawan katanya adalah
tawalla yang bermakna “menyatakan kesetiaan” dan dalam konteks Syiah ditujukan
pada imam yang dua belas. Pelaknatan semacam ini telah berjalan sejak masa
pemerintahan Ismail, dan juga pada masa-masa sebelum era Safawi secara lebih
terbatas, tapi menjadi lebih terorganisir pada masa pemerintahan Tahmasp.
Ketiga ,mendatangkan para ulama Syiah dari luar Iran
Walaupun
keyakinan awal pemimpin syafawi bersifat Ghuluw dan cenderung menuhankan Ali,
pada perkembangannya kebijakan keagamaankerajaan ini diarahkan pada tradisi
keagamaan yang lebih sejalan dengan teologi yang dianut oleh para ulama Syiah
Itsna Asyari.
Ketika
kerajaan Syafawiberdiri pada abad 16, Iran tidak memiliki ulama dan Teolog
Syiah yang Respresentatif. Bahkan ketika Shah Ismail menguasai kota Tabriz dan menjadikannya
sebagai ibu kota pemerintahannya , ia hanya dapat menemukan sebuah manuskrip
saja yang berkenaan dengan dasar-dasar ajaran Syiah Itsna Asyari.
Ketiadaan
ulama di Iran ditutupi dengan mengundang para ulama syiah dari luar Iran ,
terutama dari wilayah Jabal Amil di Lebanon, yang pada masa itu berkembang
sebagai salah satu pusat madrasah Istna asyari terpenting dan paling
berpengaruh. Para ulama yang menguasai teologi Syiah dan Sunni ini digunakan
oleh pemerintah Syafawi untuk mengokohkan Syiah sebagai keyakinan resmi negara.
Bagaimanapun semakin besarnya peranan ulama tidak bermakna unsur-unsur
kekerasan dalam proses konversi Syiah dikerajaan Syafawi pada masa-masa
belakangan ini sudah tidak ada lagi.
Faktor ulama
tampaknya merupakan faktor terpenting dalam proses konversi ini. Pada masa ini,
tradisi keulamaan Syiah sedang berkembang, dan bertambah pesat dengan adanya
pemerintahan Syafawi. Tradisi keulamaan Syiah masih terus berkembang hingga ke
abad-abad berikutnya. Sementara itu, tradisi keulamaan Sunni justru sedang
mengalami kelesuan, walaupun ketika itu kerajaan Turki Usmani sedang berada di
puncak kejayaannya.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kerajaan
Syafawi yang bermula dari sebuah Tarekat yang kemuadian berubah menjadi suatu
kerajaan yang menganut paham Syiah. Yang mana sejarah mencatat sebagai
pembangun aliran Syiah setelah beberapa lama hampir menghilang. Dengan
menghalalkan berbagai cara para pemimpin dan pengikutnya menyebarkan ajaran
tersebut. Juga mengalami persaingan sengit antara kerajaan Syafawi yang
beralirkan Syiah dengan turky Usmani yang beralirkan Sunni.
DAFTAR PUSTAKA
·
Yatim Badri, (2010). Sejarah Peradaban Islam, Jakarta:
PT RajaGrafindo Persada
·
Hamka , Sejarah Umat Islam (Ed. Baru), Singapura: Pustaka Nasional Pte Ltd, 2005.
·
Turner , Colin. Islam Without Allah? , “The Rise og
Religious externalism in Safavid Iran, 2000
·
Nasr, Hossein, Religion in Safavid Persia” Part 1 1974
[1] Yatim,
1998 :138
[3]
Turner , Colin. Islam Without Allah?,The Rise of Religious Externalism in
Safavid Iran. Curzon, 2000
[4]
Nasr , hossein. Religion in Safavid Persia part 1 1974 hlm 271
[5]
Jackson, The Timurid and Safavid Period
[6]
Matthee, Rudy Safavid dynasty dalam http://www.iranicaonline.org/articels/safavids.2008
[7]
Sarwar , Ghulam, History of Shah Ismail Syafawi : Muslim University 1939

Komentar
Posting Komentar